Tite dan Luka Brasil yang (Mungkin) Kembali Terkoyak
Tite bersama Neymar di Piala Dunia 2018 |
Permisi,
YUK DAFTAR DI GALAXYDOMINO .COM karena lagi ada PROMO LOH:
DEPO 50.000 BONUS 50.000
WEB : http://bit.ly/gd789
Syarat:
- Untuk New Member
- Withdraw Minimal 50.000
- HARUS ADA TO 50 RIBU BARU BISA MELAKUKAN PROSES WD
MUDAHKAN? TUNGGU APALAGI YUK DAFTAR DI GALAXYDOMINO .COM
Tegak di pinggir lapangan, ia tak menunjukkan ketegangan yang berlebihan. Tidak berteriak-teriak atau mondar-mandir tak karuan seperti si gundul Sampaoli. Namun jelas tampak bayangan kecemasan itu di wajahnya; ada asa yang perlahan mengecil di kedua matanya. Ia hanya terlihat agak tegang-tapi aku tak ingat pada menit ke berapa-tatkala memberikan instruksi kepada beberapa pemainnya pada saat laga terhenti sejenak akibat ada pemain cedera.
Gesture-nya yang terlihat paling ekspresif bagi saya adalah ketika Neymar nyaris menyamakan kedudukan pada masa injury time. Ia hampir saja memburu ke arah lapangan. Namun tangan yang sudah terkepal di udara seketika itu juga harus diturunkan kembali karena tembakan Neymar ke pojok kiri gawang Belgia setelah mendapat operan Douglas Costa dari sisi kanan lapangan ternyata ditepis Thibaut Courtois dengan anggun.
"Courtois juga menjadi pembeda yang nyata. Ia punya kualitas teknik yang luar biasa yang ia tunjukkan dalam dua pertandingan terakhirnya," puji pria kelahiran Caxias do Sulm, selatan Brasil ini selepas kekalahan 1-2 yang diderita oleh skuad asuhannya.
Toh begitu, bagaimanapun Tite barangkali tetaplah salah seorang manajer terbaik yang pernah dimiliki oleh Brasil. Ia, sebelumnya, disebut-sebut sebagai penyembuh luka 1-7 sepakbola Brasil; sosok yang sukses membangkitkan kembali moril Selecao pasca Tragedi Mineirazo di Piala Dunia 2014.
Karena itu, tak heran pula ia menjadi salah satu pelatih yang paling banyak disorot selama perhelatan Piala Dunia 2018. Bahkan sebelum putaran final mulai di Rusia, ia sudah menjadi topik pembicaraan berkat rekor sempurna yang diraih Timnas Brasil selama babak kualifikasi. Ia memastikan skuadnya sebagai tim pertama yang lolos ke Negeri Beruang Merah. Di bawah kepemimpinannya, Selecao juga dianggap telah menemukan kembali khitah sepakbola mereka yang sempat hilang: sepakbola yang sarat dengan permainan indah, lincah dan riang seperti menari Samba sekaligus menakutkan bagi lawan itu.
Tanpa menutup mata dengan perkembangan sepakbola modern yang cenderung lebih sistematis dan taktikal, ia membiarkan para pemainnya berkreasi dengan bebas dan mengeluarkan segenap kemampuan individual sembari tetap menjaga mereka dalam kesolidan dan ritme permainan sebuah tim. Ia mengawinkan jogo bonito dan pola permainan efektif ala sepakbola Eropa; suatu hal yang sebetulnya juga diterapkan oleh Carlos Alberto Parreira tatkala membawa Brasil memenangkan trofi Piala Dunia 1994.
"Tite adalah sosok yang fenomenal. Pada Piala Dunia 2018, Brasil akan kembali. Dengan Tite sebagai manajer kami, aku benar-benar yakin kami dapat membawa bendera Brasil kembali ke tempat tertinggi," kata Marcelo dalam suratnya yang berjudul "But First We Attack" kepada Players' Tribune, September 2017 silam.
Pengharapan begitu besar juga tersirat dengan terang dalam kata-kata mantan bek Tim Samba, Roberto Carlos: "Brasil adalah favorit saya. Saya kira ini adalah momen kita akan melihat kembali yang terbaik dari sepakbola Brasil. Tengoklah pekerjaan yang telah dilakukan Tite. Ia telah mengelola tim."
Agaknya Marcelo memang tak keliru. Selain sosok yang fenomenal, Tite barangkali juga bisa dibilang pribadi yang cukup unik. Lihat saja menjelang pertandingan babak kualifikasi kontra Ekuador 1 September 2017 di Quito misalnya, alih-alih memutar video analisis kekuatan kesebelasan tuan rumah, ia justru mengajak para pemainnya menonton video pertandingan Cleveland di final NBA melawan Golden State.
Padahal laga kontra Ekuador tersebut merupakan laga pertamanya sejak diangkat sebagai pelatih Selecao pada Juni 2016 oleh Federasi Sepakbola Brasil (CBF). Apalagi ketika itu posisi Brasil yang ditinggalkan Carlos Dunga cukup mencemaskan: berada di luar lima besar lantaran cuma sekali menang dalam enam pertandingan! Kalah melawan Ekuador tentu bakal membuat Brasil mendekati tepi jurang. Namun apa yang dilakukan Tite nyatanya bukanlah tanpa maksud-tujuan.
Rupa-rupanya ia ingin anak-anak asuhnya memetik pelajaran berharga dari final pertandingan bola basket yang ia perlihatkan tersebut, terutama dalam hal fighting attitude dan fokus.
"Permainan satu ini sangat indah buat saya. LeBron James mengoper bola ke Kyrie Irving, dan Kryrie mengambil tembakan yang sulit dan gagal masuk. Tapi apa yang dilakukan LeBron? Ia seorang superstar. Anda mungkin berharap ia bakal bertepuk tangan, berkata, 'Kenapa kau menembaknya?'" ujarnya dalam wawancara dengan Player's Tribune.
"Sebaliknya, LeBron sangat fokus. Ia berjuang untuk mendapatkan rebound, dan lalu apa yang ia lakukan? Apakah ia melakukan shoot? Tidak, ia mengembalikan bola ke Kyrie, dan tembakan Kyrie masuk. Saya memberitahu kepada para pemain: 'Ini adalah jenis atmosfer yang kita butuhkan di sini untuk sukses. Semua orang, bertarung satu sama lain, bahkan pemain bintang.'"
Dan hasilnya Tim Samba pun keluar sebagai pemenang laga di Quito tersebut dengan skor 3-0 berkat penalti Neymar dan dua gol Gabriel Jesus pada menit-menit akhir. Selanjutnya, kita tahu, mereka kemudian melaju mulus menuju putaran final Piala Dunia 2018 dengan rekor spektakuler. Selecao memenangkan grup klarifikasi Amerika Selatan Piala Dunia 2018 dengan 9 kali menang dari 9 pertandingan, serta hanya kebobolan dua gol dan memasukkan 26 gol.
No comments